Perjalanan masih panjang, hamparan tanah masih terbentang luas di hadapan mata yang menimbulkan fatamorgana di pandangan mata kami. Hari semakin siang dan tak terasa perjalanan ini semakin panjang menyusuri liku jalan sepanjang pantai utara di kota ini. Satu kata yang terlukis, sepi tak berujung. Ya di sepanjang liku jalan yang ku lalui ini meskipun lebar seakan menunjukkan jati dirinya dan mulusnya lintasan yang melandasinya, tak satupun aku lihat kemacetan dan keramaian klakson kendaraan saling bersahutan di sini. Seakan di sini mempunyai kehidupannya sendiri, seakan kota ini punya dunia sendiri. Meskipun secara geografis kota ini seharusnya ramai karena sering menjadi tempat lewat bahkan persinggahan para turis maupun pejalan untuk menyeberang ke pulau yang bahkan namanya terkadang lebih terkenal daripada nama negara ini sendiri.
Tubuhku terhenti di suatu tempat yang nantinya menjadi tempat aku mendapatkan pelajaran hidup selanjutnya. Melihat sebuah papan nama bertuliskan
Taman Nasional Baluran. Africa van Java julukan yang diberikan oleh banyak orang untuk tempat ini. Setelah mengurus beberapa perijinan teknis untuk dapat memasuki tempat ini, perjalananku terus berlanjut menyusuri jalan panjang berbatu tajam sepanjang sepuluh kilometer yang dengan susah payah harus ditempuh hingga memakan waktu satu jam. Sepanjang perjalanan, tumbuhan meranggas dan hutan yang sudah mulai gundul menjadi pemandangan yang menemani. Miris memang melihat kondisi hutan dan savana yang semakin kering ini, merasakan kehausan di setiap sudutnya. Para makhluk hidup yang berlalu lalang itupun hanya beberapa monyet yang terdiam di tengah savana. Menantikan sumber kehidupan yang datang menyelamatkan hidup mereka dari keterpurukan keadaan ini.
|
Hanya kesenangan berburu inikah yang kalian cari? |
|
Lihatlah mereka yang semakin terancam punah |
Kadang alam memang menyuguhkan racun yang sangat indah untuk dinikmati kita manusia, tapi tak sadarkah kita terkadang perilaku kita tanpa sadar merusak kehidupan makhluk ciptaan Tuhan yang lain? Tak sadarkah kita dengan seenaknya membuang sampah di alam yang menyebabkan proses
recycle semakin berjalan lambat? Tak sadarkah kita dengan seenaknya saja menebang hutan di tempat ini yang menjadi rumah tempat tinggal mereka? Mungkin itu saja belum cukup, coba pikirkan bagaimana membabi butanya kita menyerang dan menangkap mereka di sini untuk kepentingan kita semata?
Mereka semua di sini butuh tempat tinggal dan butuh beradaptasi untuk bertahan hidup, tapi kita dengan mudahnya datang dan menghancurkan itu semua. Apakah salah jika mereka berbalik marah dan menyerang kita? Sudah sepantasnyakah kita menuntut hal lebih dari mereka lagi?
|
Tumbuhan meranggas di setiap sudut sepanjang jalan |
|
Hewan di dongeng masa kecil kalian, berada tepat di depan mata sekarang |
Beberapa burung dan ayam hutan bahkan kerbau pun tak mau ketinggalan untuk menunjukkan diri mereka dari balik hutan. Entah berjemur, atau sekedar berjalan. Entah berlari ataupun terdiam. Mereka saling menunjukkan eksistensi mereka di tempat ini. Menutupi segala keterpurukan yang mereka alami di tempat ini. Seolah menyadarkan kita manusia, bahwa disini masih ada kehidupan. Sebuah kehidupan yang berada jauh di ujung timur Pulau Jawa yang kadang sering kita lupakan ini.
|
Sekedar berjemur di sore hari |
|
Inilah kondisi tempat hidup kami sekarang |
Ya memang, semua butuh proses. Dan terkadang pula proses pembelajaran itu tidak selalu kita dapatkan di sebuah ruangan yang bernama kelas.
Ya..ampuun sedihnya, Kekayaan alam negeri semakin terkikis oleh sikap orang yang egois :'(
ReplyDeleteBener banget, kekayaan alam semakin berkurang :(
DeleteHarusnya pemburu itu untuk hewan yang masih banyak dan yang merugikan manusia aja. Misal di kampung X sering di serbu babi hutan. Selidiki apakah populasinya terlalu banyak? kalau ya boleh diburu.
ReplyDeleteNah seharusnya semua bisa gitu ya, tapi kadang dunia itu keras :(
Delete