Kalibiru, Sisi Lain Eksotisme Yogyakarta

"Better Late Than Never"

Ada pepatah mengatakan, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Mungkin sebaris rangkaian kata di awal pembukaan ini dapat memberikan penjelasan sekaligus penyampaian maaf kepada kalian para pembaca setia sekalian. Mungkin ada banyak yang bertanya, meskipun masih lebih banyak lagi yang tidak bertanya. Terkadang eksistensi menulis sering kali harus tenggelam oleh banyaknya kesibukan di luar sana. Berusaha mengumpulkan serpihan niat dan semangat untuk tetap berbagi cerita baru dan juga suasana baru kepada kalian semua, akhirnya mulailah kata demi kata tercipta (lagi). Selamat membaca :)

***

Perlahan namun pasti, mobil yang kami tumpangi meninggalkan kota seberang. Menjauh setiap jengkalnya dan bergeser menuju arah selatan. Jalanan aspal, sawah ladang penduduk, hingga batuan kasar berulang kami temui dan kami lewati dengan bernyanyi sepanjang jalan dan teriak-teriak kegirangan. Enam orang yang sangat bersukacita menikmati perjalanan kali ini membuat waktu siang itu menjadi sangat cepat. Tak terasa matahari sudah mulai tinggi dan perjalanan kami memasuki hutan dan jalanan berliku naik turun, menandakan semakin dekat dengan tujuan. Perlahan namun pasti, tibalah kami semua di sebuah tempat yang memang berada lebih tinggi beberapa meter daripada rumah-rumah penduduk di bawah sana.

Kalibiru. Sebuah tempat yang mungkin tidak asing bagi kalian yang tinggal di daerah Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sekitarnya. Kalau masih belum pernah dengar, coba googling ya, atau kalau mager coba baca cerita ini sampai selesai barangkali setelah itu kalian tergerak untuk segera berangkat menjejakkan kaki disana. Ya tempat ini memang seakan menjadi primadona wisata yang sedang naik daun di kalangan pencinta wisata, orang awam, selebritis, ataupun seleb instagram karena memang suasana dan keindahan lukisan alamnya serta gardu pandangnya yang luar biasa. Kalau kata anak puber yang mendadak pingin jadi gaul, istilahnya instagramable bangetlah spot buat fotonya! Gak percaya?




Tapi percayalah, untuk mendapatkan sesuatu yang memang berkesan terkadang kitapun juga harus mengeluarkan usaha yang lebih pula. Untuk menikmati duduk manis ataupun sekedar foto selfie, wefie, asal jangan pas foto ajalah, kalian diharuskan buat antri. Mungkin awalnya terkesan remeh hanya sekedar antri disini , apalagi sekitar 5 menit per antrian. Sedangkan kalian tahu, berapa banyak yang antri? Hmm....satu, dua, tiga, eh puluhan kayaknya, eh ratusan, gak tahulah pokoknya banyak banget! Belum dibuka aja antrinya sudah begitu panjang mengular, membuat kami sedikit ragu memaksakan kehendak kami untuk naik ke atas sana.

"Permisi Pak, saya dan teman-teman saya mau beli tiket untuk naik ke gardu pandang." Ucapku pada seorang bapak penjaga.
"Oh iya mas, silahkan antri ya. Mungkin sekitar dua jam lagi paling cepat, bagaimana?" jawab si bapak.

Masih belum buka aja udah banyak yang antri

Makin siang makin rame, si bapak penjaga naik duluan sambil cek keamanan

Aku terdiam. Bukan karena melihat gadis desa lewat, cuma ini lagi antri sembako atau antri zakat sih? Parah disuruh nunggu antrian minimal dua jam bahkan bisa lebih, meskipun masih untung gak disuruh nunggu antrian sampai besok atau minggu depan kayak dosen pembimbing skripsi. Akhirnya dengan alasan waktu yang sangat terbatas karena kami harus segera pergi sebelum matahari kembali ke peraduannya, niat itu kami urungkan. Sedih memang gak bisa naik ke gardu pandang, mau cobain foto hits buat di share di social media sekaligus pamer ke temen-temen sambil pegang tulisan di kertas "Kapan kamu kesini?" kayak anak hits jadi gak kesampaian kan. Ya sudah fotonya cukup dari jauh kayak gini.

Ini namanya Laras, masih jomblo lho per tanggal hari ini silahkan kepoin dia di (@larasaticandra)

Kalau ini calon eksekutif muda panggil aja Om Gembul, kepoin dia di (@rpandoe)

Tapi bukan berarti gak ada yang bisa dilakukan lho. Kalian masih tetap bisa menikmati pemandangan Perbukitan Menoreh dari jarak jauh. Berdiam sejenak sambil merasakan tubuhmu dihempas oleh deru angin, dan sore yang beranjak datang menyambut. Bercengkerama dengan bapak-bapak, ibu-ibu, mulai penjual makanan, orang yang sedang antri, anak kecil yang lalu lalang, maupun gadis desa yang gak sengaja lewat dijamin membuat waktu kalian menjadi sangat berharga di sini. Keramahan penduduk lokal berbaur dalam tawa menjadikan kalian enggan cepat-cepat bergegas meninggalkan tempat ini. Kayak gini nih contoh kegiatan yang kami lakukan untuk mengisi waktu luang.

Eh ini si Pakde (@depakde) sama siapa ya kok malu-malu gitu?

Gabut nunggu antri naik rumah kayu udah kayak nunggu jodoh

"Eh udah sore nih, balik yuk!" Pinta salah satu teman kami.
"Iya nih udah sore, udah lama juga kita disini daripada keburu malam". Sahut yang lain.

Akhirnya dengan sangat berat hati, kamipun meninggalkan tempat ini. Mungkin kami gak bisa menunggu lebih lama lagi untuk sekedar antri dan mendapatkan pengalaman naik gardu pandang di atas sana, tapi percayalah kami mendapatkan pengalaman lain bersama penduduk lokal yang lebih berarti. Tawa mereka, canda mereka, keramahan mereka, dan juga aktivitas mereka di kala sore itu seakan menyadarkan kami tentang arti menikmati sore yang kadang luput akibat kesibukan kami setiap harinya. Karena perjalanan bukan sekedar datang dan pergi, tetapi lebih kepada interaksi sosial. Semoga suatu saat kami bisa kembali ke sini. Kembali untuk mencoba naik gardu pandang lagi tentunya. Sampai jumpa, Kalibiru.


Special thanks to: Ridwan, Gembul, Pakde, Dwi, and Laras. I'm proud of you guys!

0 komentar:

Post a Comment

Sebelum pergi jangan lupa tinggalkan komentar, kritik, saran, dan share juga ke temen kalian ya. Apresiasi sekecil apapun bisa jadi punya pengaruh yang sangat besar bagi pembaca lain dan juga blog ini ke depannya. Terimakasih sudah mampir dan membaca :))

 

Loyal Followers

Backpacker Indonesia

KBMR