Banyak Cerita di Safari Pantai Ceria


"Main yuk!"

Sebuah kalimat sederhana tiba-tiba muncul begitu saja dari salah seorang diantara kami. Ya, sore itu di sebuah rumah yang lebih sering kami gunakan untuk sedikit berkumpul dan lebih banyak minta makan bareng, tercetuslah berbagai ide untuk menanggapi ajakan di atas. Setelah berunding dengan berbagai kemungkinan entah kenapa, lagi dan lagi pilihan jatuh ke pantai. Bukan hal baru bagi kami ke pantai. Tapi berawal dari kebosanan main ke pantai yang gitu-gitu aja, akhirnya kami sepakat membuat rencana yang beda dari biasanya. Rencana berbeda seperti apa?

Safari Pantai Ceria. Begitu kami menyebut rencana ini. Bukan satu pantai, bukan juga dua pantai, tapi ini enam pantai! Ya enam pantai akan kami datangi sekaligus, hampir mirip seperti layaknya kita bersafari ria di Taman Safari lah. Cuma ini bedanya yang kita bakal lihat adalah ombak berpadu dengan pasir dan pemandangan dalam sebuah landscape indah karya Sang Pencipta. Tanggal keberangkatan pun tiba, itinerary sudah berada di tangan, persiapan sudah dilakukan, dan tak lupa sebait doa telah kami panjatkan pada-Nya. Oke, kini kami bertujuh siap untuk berangkat.

Perjalanan panjang kami lalui melewati berbagai jalanan naik turun berkelok dan terjal, tapi itu semua hilang seketika dengan lebih banyaknya keindahan yang kami rasakan. Melewati hijaunya pematang sawah, menghirup segarnya udara tanpa polusi, melihat lalu-lalang orang di sepanjang jalan, hingga mendengarkan suara kicau burung di sepanjang perbukitan. Membuat awal perjalanan ini menjadi sangat menyenangkan, membuat kami semua belajar banyak hal baru yang tentunya tidak kami dapatkan di sebuah bangunan persegi bernama gedung.

Tiga jam. Bukan waktu yang singkat, bukan juga waktu yang lama. Tak terasa selama itu pulalah kami membunuh waktu di perjalanan sebelum akhirnya  sampai di sebuah tempat pemberhentian. Tak lain tempat itu adalah pos perijinan dari Kawasan Clungup Mangrove. Tak butuh waktu lama untuk kami berkenalan dengan pengelola tempat ini yang bernama Pak Budi. Orangnya cukup ramah, tapi tegas. Beliau mempersilahkan kami untuk beristirahat sejenak sebelum kami merapikan parkir kendaraan kami dan menjelaskan tujuan kami di kawasan ini.

"Jadi setelah dihitung, total biaya perijinan dan segala hal di kawasan ini adalah sekian ya". Tutur Pak Budi.
"Lho ini kok ada biaya lebih untuk penanaman pohon pak?" Imbuh salah satu dari kami.
"Begini nak. Kita awalnya tidak pernah bertemu sebelumnya kan? Tapi kenapa kalian mau datang ke tempat ini dan berada di depan saya sekarang ini? Itu tidak lain karena Tuhan mengutus kalian untuk datang ke tempat ini, melihat salah satu karyanya yang menakjubkan dan menyuruh kalian menjaganya untuk kehidupan kelak nantinya." Jawab Pak Budi dengan tegas.

Seketika itu juga aku terdiam. Bukan perkara malas menanam pohon, bukan juga perkara nominal ataupun biaya yang harus kami keluarkan. Tapi lebih kepada kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Pak Budi. Mungkin iya beliau hanyalah seorang kepala di pos perijinan Kawasan Clungup Mangrove ini yang tidak mempunyai bekal pendidikan yang mencukupi. Tapi beliau bisa mengajarkan sesuatu yang sangat bahkan sangat berharga untuk kita semua di sini. Bahwa sesungguhnya, kesadaran kita terhadap alamlah yang sangat penting. Menunjukkan sekali lagi bahwa pelajaran tak selamanya kita dapatkan di sebuah ruangan bernama kelas, dan siapapun bisa menjadi guru untuk suatu matapelajaran yang sangat berharga yaitu pengalaman.

Setelah selesai mengurus beberapa administrasi dan perijinan kami berangkat menyusuri jalanan setapak di depan kami. Tak perlu waktu cukup lama, kurang dari tiga puluh menit untuk kami bertemu hutan mangrove yang sangat luas. Banyak tanaman bakau di sini, ada yang masih baru di tanam ada pula yang sudah mulai tumbuh besar. Sejenak kami berhenti di sini untuk bersyukur, dan setelah dirasa cukup kamipun melanjutkan perjalanan kami. Pantai-pantai yang kami sapa, kita mulai dari:

1. Pantai Clungup

Pantai ini bisa buat ngecamp sih, tapi biasa banget. Cuma pemandangan hutan mangrove yang senantiasa menemani disepanjang mata memandang. Kami cuma lewat sebentar, gak sempat mengabadikan foto pantai ini. Kalau kalian penasaran, lihat di google ya fotonya. Intinya sih, pantai ini airnya tenang, hawanya sejuk, dan damai banget. Cocok buat kalian yang hobinya bersantai ria ala-ala piknik cantik gitulah pokoknya, apalagi tiduran di atas hammock. Dijamin kalian betah banget, gak bakalan kerasa udah membunuh waktu sekian jam di sini. Tapi tetap jangan terlalu pinggir ya buat bangun tenda, air laut di malam hari bisa naik sampai beberapa meter ke permukaan.

2. Pantai Gatra

Ini dia tempat ngecamp kami. Tempat menghabiskan waktu. Mulai dari mendirikan tenda, masak bareng, bercanda, saling melempar tawa, mencoba berbagai permainan, mengabadikan moment melalui foto, membuat api unggun, bersusah payah menghalau hujan deras yang tiba-tiba datang tanpa diundang, menghabiskan cerita berteman malam panjang di bawah taburan bintang-bintang di angkasa, hingga merasakan kedinginan akibat udara malam yang merasuk menembus batas tulang. Semuanya kami rasakan di sini. Ya di Pantai Gatra ini, kami mencoba mengukir sebuah moment yang mungkin akan melekat di benak kami dan akan sangat berarti kelak beberapa tahun ke depan nanti.

Ya kami bahagia


Bayangin kalian lagi tiduran sambil lihat pemandangan teduh kayak gini

Bahkan di Pantai Gatra ini, ada cerita yang pasti bakalan kami ingat. Semua berawal saat sinar matahari pagi menyapa kami di keesokan pagi yang cerah itu. Pelangi juga bahkan tak ketinggalan menyambut kami. Semua bergegas menuju bibir pantai, mencoba merasakan hangatnya sinar mentari berpadu dengan indahnya pendaran warna dari pelangi. Entah mengapa tiba-tiba salah satu teman kami Rizka (benrizka) melihat ada sesuatu yang aneh di menempel di alas kakinya. Kamipun sempat bertanya-tanya mencoba melihat dan tanpa berkata sepatah katapun kamipun semua kompak untuk berlari sekuat tenaga menjauh dari Rizka. Ada kotoran manusia menempel di kakinya!! Siapa juga yang bisa-bisanya buang air besar di sekitar sini coba? Siapa juga yang bakal mengira, bahwa "ranjau" itu akan berhenti di sini. Dan seketika itu juga Rizka menjadi manusia paling hina sejenak. Maaf ya gak ada bukti otentiknya, keburu lari duluan.

Eh ada pelangi, ini sebelum kejadian hina terjadi

3. Pantai Tiga Warna

Ini dia pantai yang paling amazing. Kenapa? Karena di sini kita bisa snorkeling! Melihat keindahan terumbu karang dan ikan-ikan berwarna warni di bawah laut sana. Bahkan kata Pak Pii, seorang guide di sana, pantai ini masih barusan dikelola selama tiga bulan. Kalau ibaratnya pacaran, masih anget-angetnyalah. Bahkan puntung rokok pun gak bakal kalian temui di sini, ya karena kata Pak Pii memang diterapkan sistem pemungutan sampah kembali dan di kumpulkan di gerbang masuk. Salut banget lihat pemikiran orang di sini. Meskipun mereka tidak belajar di dalam gedung bertingkat, dan mendapat pekerjaan duduk di balik meja kantor, tapi mereka punya pemikiran yang sangat mulia demi menjaga alam yang sudah Tuhan ciptakan ini.

Bahkan untuk snorkelingpun kita diharuskan menggunakan life jacket. Tidak terkecuali kalian jago renang atau bahkan jago diving sekalipun, kalian tetap diharuskan memakai life jacket. Kenapa? Saat kata itu diucapkan kepada Pak Pii, beliau hanya menjawab dengan kalimat seperti ini:
 
"Kami tidak ingin semua yang datang kesini, menginjak-injak terumbu karang di sini. Kami ingin, kita semua yang datang kesini juga ikut menjaga terumbu karang di sini agar tetap bisa lestari selamanya."
 
Sudahkah kalian peduli terhadap alam di sekitar kalian kawan?



Your best friend may not necessarily can be your travelmates, but your travelmates definitely be your best friend

Pantai Tiga Warna dari atas bukit

4. Pantai Batu Pecah

Setelah puas bersnorkeling ria, kamipun melanjutkan trekking menuju Pantai Batu Pecah. Cuaca siang yang terik membuat tubuh ini cepat lelah. Tak terasa keringat mengucur deras membasahi setiap lekuk tubuh ini. Tapi hamparan keindahan di depan mata yang sudah Tuhan siapkan, mampu mengalihkan itu semua. Tidak butuh waktu lama setelah kami memberi salam di pantai ini, kamipun melanjutkan perjalan kami. Perjalanan masih panjang, rintangan di jalan masih banyak menghadang. Jalanan licin sehabis hujan, membuat langkah kaki ini semakin payah untuk melangkah.



5. Pantai Mini

Sesuai dengan namanya, pantai ini memang mini. Bahkan jadi the miniest beach that I ever watched. Lebarnya mungkin kira-kira hanya sekitar lima ratus meter. Hanya deburan ombak berpadu dengan halusnya pasir pantai yang menjadi pemandangan di pelupuk mata. Pohon-pohon rindang di belakang, seperti enggan untuk menutupi bibir pantai ini dengan kerindangan. Ditambah lagi, matahari sedang bersemangat menyambut Hari Minggu ini dengan memancarkan cahaya terkuatnya tepat berada di atas kepala kami. Istirahat sebentar nampaknya menjadi salah satu opsi terbaik sebelum melanjutkan perjalanan.


6. Pantai Savana

Mungkin orang sekitar memberi nama setiap pantai karena mereka memiliki ciri khasnya. Sama seperti pantai ini, dimana banyak sekali terlihat rerumputan liar berdiri tegak menjulang di sepanjang pantai. Memberikan kenyamanan sejenak seperti di sebuah padang savana. Membuat tubuh ini enggan untuk berdiri dan melangkahkan kaki pergi. Tapi perjalanan harus tetap dilanjutkan. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada, kamipun bergerak menaikkan kaki ini mendaki dan menuruni setiap rintangan di depan mata kami. Mendekatkan kami menuju ke tempat camping semula, Pantai Gatra.



Sang mentari nampaknya sudah naik semakin tinggi. Menandakan waktu telah beranjak siang. Kami mempersiapkan makan siang. Belajar bagaimana membantu satu sama lain, membantu memanage sisa dari logistik kami, dan juga saling berusaha sabar menunggu setiap racikan makanan yang telah dipersiapkan. Dari sini kami belajar, bahwa kesederhanaan itu menyenangkan. Karena kebahagiaan yang paling membahagiakan itu adalah berbagi dalam kesederhanaan. Nampaknya waktu kami di sini sudah selesai, tenda segera dirapikan, sampah dimasukkan kantong kresek, dan kami bersiap kembali pulang. Tentunya dengan membawa cerita masing-masing yang akan kami ceritakan ke siapapun nantinya kelak bahwa dulu kita pernah merasakan ini di sini. Merasakan Safari Pantai Ceria bersama.

Special thanks to: Dobita Dije Pandu Pandu Kaka Bagas. I'm proud of you guys!

6 komentar:

  1. Kereeen! Bisa jadi referensi buat saya nih. Makasih mas sudah berbagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama Mas Edy, because sharing is caring :)

      Delete
  2. kata2nya pak budi itu loh.. ngejleb banget bang :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget Yudi, gak nyangka awalnya beliau bisa ngomong kayak gitu. Kadang siapapun emang bener bisa jadi guru.

      Delete

Sebelum pergi jangan lupa tinggalkan komentar, kritik, saran, dan share juga ke temen kalian ya. Apresiasi sekecil apapun bisa jadi punya pengaruh yang sangat besar bagi pembaca lain dan juga blog ini ke depannya. Terimakasih sudah mampir dan membaca :))

 

Loyal Followers

Backpacker Indonesia

KBMR