Tentang Jalur Pendakian, Nasibmu Kini

Sudah lihat dan baca keindahan Ranu Kumbolo di post yang sebelumnya kan? Kalau belum, silahkan langsung ke sini ya Part 1. Sejenak aku teringat akan sebuah pepatah yang mengatakan bahwa, dua hal yang berlawanan akan saling berada dalam waktu yang hampir sama. Seperti ibarat tali tampar yang melilit, dua sisi mata uang, dan masih banyak peribahasa lain yang mungkin kalian sering dengar. Intinya, baik buruk, suka duka, kegembiraan dan kesedihan itu sepaket. Kadang bergantian bahkan bersamaan.

Begitu pula dengan alam. Bagi yang sudah pernah ke Ranu Kumbolo atau bahkan ke Puncak Mahameru, siapa yang meragukan keindahan alam di sana? Terlalu banyak kata untuk mengungkapkan keindahan alam yang sudah Tuhan siapkan di sana. Tapi sadarkah kalian hei para pendaki, baik yang masih amatir seperti aku atau bahkan yang sudah sangat ahli, atau bahkan mendaki hanya karena pengaruh film 5 cm yang tayang beberapa waktu lalu bahwa sekali lagi aku mau bilang bahwa gunung bukan hanya tempat untuk ajang pamer foto di media social.

Gunung bukan tempat gagah-gagahan, bukan tempat bergaya layaknya mall, juga bukan tempat sampah yang bisa kalian timbun dan tinggali dengan sampah yang kalian bawa, dan juga yang paling penting gunung juga bukan tempat yang bisa seenaknya dirusak oleh tangan-tangan yang gak bertanggungjawab.

Dan pemandangan paling pilu kembali terjadi saat sepanjang perjalanan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru beberapa waktu lalu. Banyak sampah dimana-mana, kondisi jalanan kering meronta. Terik panas matahari menambah udara yang semakin panas. Rerumputan hijau sudah berubah warna menjadi hitam, mati berdiri tegak mengeluarkan kepulan asap putih yang membumbung tinggi.

Sungguh pemandangan yang sangat kontras

Semua lahan habis terbakar, bahkan di sepanjang pos satu, pos dua, bahkan pos tiga hampir pasti ditemui beberapa lahan yang habis terbakar. Sedih, melihat kondisi alam yang semakin miris karena ulah manusia. Membuang sampah sembarangan, termasuk puntung rokok menjadi salah satu penyebab utama munculnya si jago merah di beberapa tempat khusunya di gunung.

Hampir separuh sudah berdiri tegak meregang nyawa menjadi hitam berbekas

Bahkan sudah ada larangan untuk tidak membuat perapian di tempat camp, karena dampak bahaya yang ditimbulkan di tengah gersangnya udara musim kemarau ini. Tapi percaya atau gak, kemarin di tempat camp di Ranu Kumbolo, masih ada pendaki yang menyalakan perapian dari kayu dan ranting bekas tepat di sebelah tendaku! Dan mereka meninggalkan bekas perapian yang mereka buat begitu saja dan api masih menyala. Ingin rasanya mulut ini ngomel ngeluarin nama-nama hewan langsung, kalau perlu ribut sekalian gak peduli. Kalau terjadi kebakaran, dan membahayakan para pendaki yang sedang camp, apa dia mau tanggungjawab? Paling juga lari duluan. 

Kepulan asap debu bercampur abu tanaman yang terbakar menjadi satu di udara

Bahkan saat perjalanan pulang dari Ranu Kumbolo menuju Ranu Pani, tepat di sebelahku terjadi kebakaran. Hanya sekitar satu meter si jago merah terlihat menyapa di balik tumbuhan. Kalian bayangkan! Aku hanya terdiam, melantunkan doa dan berusaha berjalan pelan melewatinya. Air yang tersisa yang aku genggam dalam tas tak cukup banyak untuk bertarung melawan si jago merah. Sedih, sangat-sangat sedih melihat lukisan alam di habiskan oleh si jago merah yang menari di sana.

Ini contoh kebakaran beberapa waktu lalu di Kawah Ijen. Sumber: Komunitas Backpacker Malang Raya

Bahkan ada juga yang secara terang-terangan mencuci nesting dan peralatan gunung lainnya di danau suci Ranu Kumbolo! Membersihkan diri, dan juga gosok gigi disana. Bagaimana perasaan kalian? Ingin rasanya melempar nesting ini ke muka mereka biar mereka sadar. Lebih parah lagi, membuang sisa makanan langsung ke danau! Padahal menurut informasi penduduk asli Gunung Semeru, bahwa pada dasarnya Ranu Kumbolo itu adalah suci. Setiap ada upacara keagamaan umat Hindu, mereka mengambil air dari 7 sumber mata air berbeda yang salah satunya adalah di Ranu Kumbolo ini. Terus kalian dengan seenaknya menodai begitu saja?

Bahkan dalam kasus lain, ambil contoh kalian mampu membawa keril yang beratnya mencapai beberapa kilogram ke atas sana, tapi hanya membawa turun sampah yang beratnya hanya sepersekian dari keril kalian saja kalian gak bisa. Apa susahnya memastikan rokok kalian sudah mati sebelum membuang dan melemparkannya ke rerumputan? Apa susahnya menahan hasrat tidak membuat perapian di tengah udara yang gersang dan berangin kencang seperti sekarang ini? Apa susahnya untuk tidak memetik dan mengambil sesuatu dari alam terutama di gunung? Apa susahnya untuk mencintai alam yang sudah Tuhan siapkan secara cuma-cuma ini?

Siapa tega membakar Gunung Merbabu? Sumber: Komunitas Pendaki Gunung

Masih ada anak cucu kita kelak yang belum merasakan, masih ada hewan dan tumbuhan di sana yang membutuhkan kehidupan yang layak. Masih banyak juga manusia di bawah lereng gunung yang senantiasa menjaga kesucian gunung agar gunung tetap lestari.

Lalu kalian dengan seenaknya saja datang, merusak, dan pergi tanpa adanya interaksi? Mending gak usah ke alam! Alam bukan buat tempat orang yang hanya mau menang sendiri, gunung juga bukan tempat orang yang egois. Dari alam banyak pelajaran yang gak bakalan kalian dapatkan seperti pelajaran di sebuah ruangan yang terbatas oleh dinding beton. Perjalanan ke alam, banyak yang datang dan pergi, banyak yang mengabadikan keindahan dan menikmatinya, tapi hanya sedikit yang bersyukur.

Masih adakah rasa peduli kalian?

2 komentar:

  1. alam yang sebegitu bagusnya habis dilahap api...benar-benar perbuatan tak bertanggung jawab (-_-")

    ReplyDelete

Sebelum pergi jangan lupa tinggalkan komentar, kritik, saran, dan share juga ke temen kalian ya. Apresiasi sekecil apapun bisa jadi punya pengaruh yang sangat besar bagi pembaca lain dan juga blog ini ke depannya. Terimakasih sudah mampir dan membaca :))

 

Loyal Followers

Backpacker Indonesia

KBMR