Malang: Tempat Aku Selalu Kembali Pulang

 
Masa kecil pasti mempunyai kisah tersediri bagi kita semua. Setiap orang punya cerita masa kecil masing-masing. Bahkan kebiasaan yang kamu lakukan sekarang bukan tak mungkin adalah kebiasaan yang sudah kamu lakukan dari kecil. Tak terkecuali akupun demikian.
 
Singkat cerita, aku punya suatu tempat yang paling aku ingin kunjungi minimal satu tahun sekali. Tempat yang selalu punya cerita setiap kali aku kesana. Tempat dimana aku bisa melihat hijaunya rumput di sawah, bersihnya biru langit dan gemerlap banyaknya bintang di langit tanpa polusi udara seperti di kota, jernihnya air di sungai dan rawa, beraneka ragamnya tanaman dan hewan, serta keramahan dari penduduknya.
 
Ada yang bisa tebak, ini buah apa?
 
Di sini aku mulai tahu bagaimana keadaan saling peduli masih ada, sementara keadaan di kota saling tak peduli satu sama lain. Di sini aku mulai sadar dan melihat bagaimana seseorang mengenal saudara tetangganya yang jaraknya puluhan kilometer, sementara di kota pagar rumah-rumah dibuat semakin tinggi sehingga tetangga kiri kanan saja belum tentu kenal. Di sini aku mulai sadar dan melihat bagaimana mereka sangat terbuka menerima tamu dan kerabat, ini terbukti dan terlihat dari rumah-rumah mereka yang meskipun sangat mewah dan megah tetapi jarang dari mereka yang memiliki pagar. Sementara di kota orang-orang sibuk memagari rumah dan aset mereka karena sifat keegoisan yang masih sangat tinggi.
 
"Dik, kok bengong aja. Ayo ikut jalan-jalan ke tetangga di sini". Terdengar suara memecahkan lamunan ku.
"Eh iya." Aku menyahut. 
 
Kebetulan pada saat itu bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri. Meskipun tidak merayakan, tapi keluargaku selalu mengajarkan aku menghormati sesama dalam hal apapun. Jangan mengasumsi setiap hal yang menjadikan kamu pembatas dalam berbuat baik dan berbagi untuk sesamamu. Itulah prinsip yang selalu diajarkan dan aku pegang sampai sekarang ini.
 
Setiap rumah yang aku datangi menyambut dengan ramah, mempersilahkan makan dan minum meskipun dengan seadanya tetapi perhatian mereka sangat besar. Tak terasa waktu beranjak, jarak semakin jauh ku tempuh, dan sudah hampir 30 rumah ku datangi. Mulai dari rumah kayu, rumah di ujung jalan, rumah toko, rumah tanpa lampu, dan rumah mewah pun aku datangi. Satu hal yang membuat mereka sama adalah, keramahan tuan rumah dalam menyambut para tamu yang datang ke rumah mereka. Tidak ada perbedaan di sini, semua saling menghormati. Satu kata yang ada di benakku saat itu, salut. Tidak ada kebiasaan yang berubah dari tempat ini dari dulu.
 
Tak terasa hari sudah berganti hari dan bangun pagi pun menjadi sesuatu yang sangat berharga di tempat ini. Satu hal yang sangat jarang aku lakukan di kota. Karena kebiasaan lembur dan begadang tengah malam di tengah rutinitas harian. Berhubung sudah bangun pagi, akupun mencari kegiatan unik yang tentunya bakalan susah atau tidak mungkin aku lakukan di kota.
 
Ya, di pekarangan belakang tempat aku tinggal ini ada banyak kolam. Bukan kok bukan kolam renang kayak di kota. Kolam ini adalah kolam ikan lele. Iya, ikan lele yang biasanya kalian makan sebagai lalapan lele di pinggiran jalan hingga rumah makan. Kalian pernah kepikiran, gimana rasanya punya kolam ikan lele, mau makan lele harus nangkap sendiri? Dan ikan lele ini pun bukan sembarangan, tapi lele jumbo. Penasaran?
 
Hasil tangkapan yang siap di goreng

Lihat perbandingannya
 
Mulai dari turun ke kolam ikan lele dengan susah payah karena banyaknya lumut di sekitar dinding, jaring yang dipakai juga kecil, gesitnya ikan lele, dan ukuran mereka yang jumbo membuat pengalaman menangkap ikan lele kali ini benar-benar butuh kerja keras. Susah men!
 
Makan ikan lele hasil tangkapan sendiri sudah, perut juga sudah kenyang. Sekarang waktunya tidur. Eits, itu kalau di kota, kalau di tempat ini enaknya ngapain ya? Keliling! Saatnya berjalan tanpa tahu arah membawamu, cuma angin yang akan membawamu kemana. Cuma langkah kakimu yang akan menuntunmu menemui banyak hal baru.
 
Berjalanlah terus melihat dunia
 
Tak terasa waktu demi waktu dan hari demi hari sudah kuhabiskan disini. Banyak cerita baru yang kutemui disini, dan juga cerita lama yang selalu membuat aku kangen untuk kembali pulang ke tempat ini. Perpisahan itu berat, apalagi jika kamu tidak mengerti kapan pertemuan itu terjadi. Semua mengalir dan menandakan kamu menikmati setiap momen yang terjadi di keadaan itu. Percayalah, semua hal itu punya waktu, yang membedakan cuma berapa lamanya hal itu akan bersamamu. Satu hal yang pasti, bersyukur. Tuhan masih selalu memberi cerita yang menarik di setiap perjalananmu, bahkan di hidupmu. Akupun tersenyum, sampai ketemu lagi Desa Tempursari, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, Malang Selatan.
 
Tulisan ini adalah bentuk partisipasi "Backpacker Story" sebagai salah satu bagian dari keluarga besar Travel Bloggers Indonesia dengan tema #TentangPulang #Mudik #Pulang #Kangen. Silahkan kunjungi karya lainnya di:
 
Bobby Ertanto – Tradisi Mudik di Keluarga Batak
Danan Wahyu Sumirat – Mudik, Rindu Rumah
Fahmi Anhar - Tradisi Lebaran Di Kampung Halaman
Farchan Noor Rachman – Kepulangan Yang Agung
Olyvia Bendon – Merangkai Serpihan Kenangan di Peunayong
Vika Octavia – Pulang, mengenang Kakek
Yofangga – Ibu, Aku Pulang

6 komentar:

  1. wiiihhhh, lelenya super dumbo :D
    dimakan sendirian gak bakal bisa habis tuh, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa dimakan buat beberapa kali, kecuali emang lagi laper berat. Thanks udah mampir :)

      Delete
  2. seneng banget itu panen ikan lele di kolam. i did it too, biasanya H-1 kuras kolam lele & potong ayam :)

    ReplyDelete
  3. saya paling suka makan buah cokelat, kecut kecut manis gimana gitu :D

    ReplyDelete

Sebelum pergi jangan lupa tinggalkan komentar, kritik, saran, dan share juga ke temen kalian ya. Apresiasi sekecil apapun bisa jadi punya pengaruh yang sangat besar bagi pembaca lain dan juga blog ini ke depannya. Terimakasih sudah mampir dan membaca :))

 

Loyal Followers

Backpacker Indonesia

KBMR