Patriot Is Me, Generasi Muda Bisa Apa?

As you all know, I do my writings in English. But just for now, I need to write in Bahasa. Why? Karena kali ini aku ingin menulis khusus untuk orang Indonesia. Aku ingin menulis tentang pengalaman beberapa hari lalu yang mengajarkan aku banyak hal tentang Indonesia.

Jalan yang kulalui semakin gelap dan panjang, tak terasa angin pun perlahan berhembus kencang membangkitkan bulu kudukku. Aku berada dalam kendaraan yang sepertinya melaju tanpa arah, memotong sunyi malam dan membelah hutan dengan sorot lampu tajamnya. Jalan yang aku lalui pun tidak mudah, berbagai belokan tajam dan tanjakan naik turun seakan silih berganti menanti di setiap ujung jalan yang aku lewati.

Tak terasa waktu semakin berlari kencang hingga tiba saatnya aku berhenti di sebuah tempat. Tidak terlalu sepi karena nampaknya banyak orang yang juga mempunyai tujuan yang sama dengan aku di tempat ini. Segera aku turun bersama kedua orang temanku dan kami segera menyiapkan diri sebaik mungkin demi mencapai tujuan kami di tempat ini sebelum terlambat.

Full moon yang sempat menemani perjalanan malam


 
Aku langkahkan kaki ini menembus batas malam, dan aku panjatkan sebuah doa bersama di tengah kencangnya angin pada saat itu. Demi sebuah harapan dan bekal yang bisa selalu melindungiku dalam perjalanan ini. Persiapan sudah selesai dan sekarang saatnya aku pun melangkah.

Setiap langkah yang kami lakukan membuat tubuh kami sedikit kehilangan tenaga, dan setiap tetes keringat yang kami keluarkan turun membasahi wajah dan tubuh kami semakin membuat tubuh ini payah. Istirahat sebentar di pinggir jalan lintasan yang miring hanya membuat kami semakin terlena dengan kenyamanan. Ingin rasanya tertidur untuk mengistirahatkan badan dan pikiran yang sudah mulai kewalahan ini.

Sama seperti kehidupan kita sekarang, kita sering kali terlena dengan jaman yang serba canggih ini. Perjuangan dan kerja keras untuk mendapatkan sesuatu semakin tipis dan berkurang, seperti lapisan ozon di bumi ini akibat efek rumah kaca. Dengan mudahnya kita mengandalkan materi yang kita miliki, perjuangan panjang dan kegigihan dalam mencapai sesuatu lenyap ditempuh cara praktis serta kegelimpangan materi.

Ah sudahlah, rasanya terlalu lama jika aku terus merenung. Aku harus berdiri dan bergegas demi meneruskan perjalanan ini demi tujuan ku. Perjalanan masih panjang, tak satu pun aku tahu rintangan seperti apa yang datang menghadangku di tengah kesunyian malam dan dinginnya udara ini.

Hembusan angin bercampur bau asam belerang yang sangat menyengat membuat mata ini sulit melihat dan batuk-batuk pun sering kali terdengar. Aku ikatkan kain untuk menutupi hidung dan mulutku. Semangatku tak berhenti hanya karena rintangan kecil ini. Aku lihat persediaan air minum ibarat ilmu yang aku punya, aku harus gunakan secara bijak demi kelangsungan hidupku. Aku melanjutkan perjalanan ini selangkah demi selangkah, meter demi meter kulalui namun tak kunjung kutemukan ujung dari jalan ini.

Langkahku terhenti di suatu sudut jalan tanjakan yang sering dijadikan sebagai tempat penimbangan para penambang belerang di sini. Kerja keras dan keringat yang sudah keluar dan membasahi tubuhku masih belum mampu membawa aku mencapai tujuanku. Aku harus lebih bekerja keras lagi dan pantang menyerah seperti penambang belerang, aku harus bangkit memberdirikan kaki ini dan melangkahkannya lagi.
 
Jalan semakin sempit, kabut semakin tebal, udara semakin tidak karuan dengan campuran belerang yang semakin menyengat dan dingin yang menusuk tulang membuat tubuh ini semakin berat untuk melangkah. Tapi aku tidak mau berhenti, demi tujuan yang ingin aku capai aku harus kerja keras selama aku masih muda. Selama aku masih kuat, selama aku bisa bangkit saat aku jatuh, dan selama aku masih mampu melangkah. Aku generasi muda bangsa yang tangguh, yang harus selalu maju dan menghadapi setiap rintangan. Perjuangan para pahlawan bangsa bermodalkan bambu runcing memang sudah bukan menjadi ranah ku untuk ambil bagian, tapi tetap saja aku harus meneruskan perjuangan para pahlawan bangsa dengan berpegang teguh pada ilmu dan nilai-nilai semangat yang selama ini aku dapatkan. Ya meskipun kadang aku selalu belajar banyak hal di jalan, tak selalu ilmu dan pengalaman itu aku dapatkan di sebuah ruangan yang bernama kelas.

Jam menunjuk pukul 4 saat aku tiba di sebuah tulisan yang menunjukkan larangan untuk turun ke kawah. Tapi demi sebuah impian ku beranikan mencari cara agar bisa mendapatkan impian ku ini. Tapi gelap malam seakan tak merestui, masih tetap memancarkan keegoisannya menutup cahaya dari titik kawah. Aku tak menyerah, ku tunggu dengan kecemasan dan rasa kantuk yang semakin kuat semakin meronta membuat hampir saja aku memutuskan untuk mengakhiri pencarian mendapatkan impian ini. Tapi sesaat setelah aku membuka mata dan memfokuskan pandangan ke pusat kawah, akhirnya yang selama ini ditunggu dan menjadi impian telah muncul. Ya dia muncul tepat di hadapan mata.
 
Blue fire yang cuma ada di Indonesia dan Islandia























Bersyukur masih diberi kesempatan melihat blue fire yang cuma ada 2 di dunia


 
Blue Fire yang hanya ada di Ijen dan Islandia ibarat gadis cantik yang sangat menggoda. Blue fire berada di kawah yang setiap detik menghembuskan asap belerang yang bergumpal-gumpal. Minimal membuat batuk-batuk atau muntah. Membuat siapapun yang terkena paparan terlalu banyak menjadi sesak nafas dan keracunan. Butuh perjuangan untuk mendapatkan sesuatu yang hebat.
 
Perlahan tapi pasti aku melanjutkan langkahku sedikit ke atas, dan akhirnya aku berhenti di sebuah puncak ketinggian. Udara yang semakin menusuk tulang membuat secepat kilat untuk menyalakan trangia demi mencari sebuah kehangatan dan sesuap asupan makanan untuk mengembalikan tenaga yang sudah mulai terkuras habis. Dari balik berdirinya gundukan bukit yang gagah, ada secercah sinar yang muncul sedikit tapi pasti yang menyilaukan mata. Sejenak setelah merapikan peralatan dan membiarkan punggung ini kembali memanggul carrier, bergegaslah kami menuju arah datangnya sinar itu. Sinar yang menjadi sumber kehidupan makhluk hidup di muka bumi ini.

Ini langit di pagi hari dari balik bukit di ketinggian


Lihat perpaduan warna dan gradasinya, lukisan Tuhan memang indah

 
Ya di sinilah aku berdiri, menginjakkan kaki di ketinggian dua ribu tiga ratus enam puluh delapan meter di atas permukaan laut dengan suhu berkisar lima sampai sepuluh derajat celcius, dengan hembusan angin dingin bercampur belerang yang tingkat keasamannya menyentuh pH bernilai satu, dan dengan jalanan yang punya kemiringin tiga puluh sampai empat puluh lima derajat. Aku mampu berdiri dan melihat kawah asam terbesar di dunia dengan kedalaman dua ratus meter dan kaldera seluas lima ribu empat ratus enam puluh enam hektare membuat aku bersyukur betapa besar ciptaan-Nya, dan betapa kecilnya aku sebagai manusia ini.

Kepulan asap dan gas beracun siap mengintai siapapun yang berani mendekat

 
Dari kejauhan aku melihat para penambang belerang mulai turun ke dasar kawah. Di dasar kawah menanti suhu hampir lima ratus derajat celcius. Belum lagi ditambah kepulan asap putih menyembur keluar siap mengintai maut para penambang belerang ini. Tapi beginilah kerja bapak, mendulang belerang. Menunggu beku, memecah, lalu menggotongnya berkilo-kilo demi uang enam ratus rupiah yang ditukar dengan satu kilo belerangnya.

Lewat ini, aku bergantung hidup meski harus ku pertaruhkan nyawaku

 
Uang harus dihemat, pendapatan dari hasil tukar belerang sekitar lima puluh kilo hingga seratus kilo harus mampu mencukupi kehidupan tiap harinya. Sungguh pekerjaan yang sangat tidak sebanding antara upah yang didapat dengan resiko kehilangan nyawa. Masih pantaskah kita generasi muda, menghabiskan uang hanya untuk foya-foya sementara jauh di sini saudara kita berusaha mempertaruhkan nyawanya demi kelangsungan hidup keluarganya yang lebih layak? Sungguh ironi.

Kadang memang kita harus berhenti sejenak untuk mengerti makna bersyukur

Sepanjang jalan di atas gunung ini terlukis keindahan alam ciptaan-Mu

Jalan panjang nan terjang demi suatu impian berada di puncak

Kawah asam terbesar di dunia mulai menunjukkan jati dirinya dari balik asap putih

 
Perlahan kabut disekitar kawah asam terbesar di dunia ini beranjak pergi dari singgasananya, dan perlahan pula mulai terlihat suatu lukisan alam yang indah berwarna hijau tosca. Tak terasa aku sudah membunuh waktu disini, saatnya aku bergegas kembali turun dan menyelesaikan perjalanan selanjutnya. Aku tersenyum, sekali lagi aku ucapkan terimakasih untuk pelajaran hidup kali ini. Sampai jumpa dan sampai bertemu kembali di lain waktu, Kawah Ijen.

Kukibarkan bendera ini untukmu, selamat ulang tahun Indonesia

4 komentar:

  1. Keren fotonya. Btw, blog udah difollow, follback ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Segera meluncur ke TKP, terimakasih sudah main ke sini :)

      Delete
  2. Keren picnya mas, nice share

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terbantu keadaan alam disana yang memang bagus kok. Terimakasih sudah berkunjung :)

      Delete

Sebelum pergi jangan lupa tinggalkan komentar, kritik, saran, dan share juga ke temen kalian ya. Apresiasi sekecil apapun bisa jadi punya pengaruh yang sangat besar bagi pembaca lain dan juga blog ini ke depannya. Terimakasih sudah mampir dan membaca :))

 

Loyal Followers

Backpacker Indonesia

KBMR