Dieng Plateau, Negeri di Atas Awan


 
Salam backpacker tentunya! Kali ini aku mau ceritain tentang gimana serunya trip terakhir ke Dieng Plateau. Aku gak bakal ceritain Dieng Plateau itu apa, melainkan cerita tentang sisi lain trip yang aku lakukan. Let's check!
 
Suatu hari ada mention yang masuk ke twitter dari si Wiga (@wigapurnomo). Tumben banget ni bocah mention yang isinya to the point.
 
"Akhir bulan depan free?"
"Kemanakah tujuan selanjutnya?" jawabku.
"Dieng-wonosobo Dik... Akhir Juni, pas bertepatan Dieng Culture Festival!
 
Aku hening sejenak. Bukan, bukan mikirin besok bakalan ada kuis atau ujian apa. Atau bahkan mikirin cewek anak orang lain. Aku lagi mikirin jadwal acara pas akhir bulan depan. Secara biasanya acara banyak yang dadakan dan gak bisa ditinggal. (Sok) sibuk banget ya.
 
"Jadi dieng gak dik?." Tanya Wiga lagi.
"Okee sepertinya. Berangkat !" Balesku mengiyakan.
 
Singkat cerita bareng temen satu lagi namanya Rego (@Reg_0), kami bertiga pun sepakat berangkat tanggal 27 Juni. Secara acara nya tanggal 29-30 Juni. Jadi kami punya waktu buat keliling disana lebih lama.
 
27 Juni. Bersama Rego, sore hari aku berangkat menuju ke Surabaya dan janjian ketemu Wiga disana. Setelah kami bertemu, langsung saja kamipun menunggu buat naik bus jurusan ke Magelang. Kenapa gak milih Malang-Jogja-Wonosobo-Dieng? Malah milih Malang-Surabaya-Magelang-Wonosobo-Dieng? Jawabannya cuma satu, biar lebih murah. Mental backpacker banget. 
 
Bussseeettt!! Bus jurusan Sby-Mgl rame banget, udah kayak mau ngambil sembako (padahal gak pernah), banyak banget yang antri. Saat bus tiba kami pun langsung beraksi layaknya ninja. Bukan, bukan mau menghilangkan badan, menghilangkan anak orang, atau bahkan menghilangkan kejombloan kalian. Tapi aku lompat ke dalam bus sambil rebutan. Dengan susah payah akhirnya kami bertiga dapat tempat duduk yang bisa dibilang nyaman yaitu di belakang buat tidur. Oke saatnya menuju alam mimpi alias TIDUR!!
 
Beraksi layaknya di sini nih
 
"Semua penumpang harap bangun, bus akan berhenti sejenak. Bagi yang ingin makan, ke kamar kecil dipersilahkan." Terdengar suara sayup-sayup di bus.
 
"Dimana aku? Apa ini udah sampai? Apa aku kesasar? Apa uangku bertambah? Apa aku cakep?" Dan pertanyaan-pertanyaan absurd lainnya menghampiri saat mencoba tersadar dari tidur nikmat.
 
Aku lihat jam di HP dan ini masih jam 01.00 dini hari! Iya masih pagi butaa! . Dan parahnya ini belum sampe tujuan, masih dimana gitu. Maklum masih setengah sadar jadi gak inget nama tempatnya. Dasar mental backpacker, kami pun gak makan seperti layaknya penumpang lain yang turun dari bus. Irit pengeluaran. Nah, tau gitu tadi gak usah bangun, mending tidur lagi, mending mimpi aneh lagi. Anjirr banget dibangunin percuma gini! Setelah selesai nunggu penumpang yang lain, perjalanan dilanjutkan dan kami pun menuju alam mimpi (lagi).
   
28 Juni. "Dik, bangun woe! Udah sampai Magelang nih." Suara Wiga membangunkan tidur nikmat ku. Dengan masih setengah sadar kami pun bergegas menuju bus 3/4 jurusan Magelang-Wonosobo. Dengan estimasi waktu Magelang-Wonosobo 2,5-3 jam jika ditempuh dengan kendaraan ini, 10 menit jika ditempuh dengan jet udara, 5 menit jika ditempuh dengan naik Elang Indosiar, dan gak bakalan nyampai-nyampai kalau kalian tempuh pakai jalan kaki!
 
Setelah menempuh "jet darat" kami pun sampai di Wonosobo dan melanjutkan mencari micro bus tujuan Dieng Plateau. Micro bus yang seharusnya sekali jalan untuk menuju ke Dieng Plateau ini terpaksa harus dua kali kami oper karena di tengah jalan memang sedang ada perbaikan ruas jalan. Jadinya kendaraan dilarang berpapasan dari dua arah yang mengharuskan penumpang oper. Dengan susah payah menempuh semua jalur darat yang bisa dibilang parah banget amburadul nya, kami pun sampai dengan kece di Dieng Plateau.
 
Hari pertama di Dieng aku lalui dengan makan! Secara cacing di perut udah pada konser daritadi, dan secara cuaca Dieng yang emang lagi dingin banget. Pada tau gak makanan khas Dieng? Bukan, bukan Bakso (ya kali kalian kira di Malang), bukan Pempek Palembang, bukan juga Soto Lamongan, bukan juga makanan barat model junk food, dan tentunya bukan juga Indomie makanan khas yang setiap hari kalian makan. Makanan di Dieng yang terkenal namanya.......jeng jeng jeng jeng.... MIE ONGKLOK! Ga usah dibayangin, apalagi sampai kalian searching di mbah google, inet kalian lemot aku tahu kok sob. Karena aku baik, nih aku kasih penampakannya.
 
Hmmm gimana? jadi laper kan
 
Kenyang mengisi "bahan bakar" kamipun lanjut kembali ke homestay. Jam masih menunjukkan pukul 14.00 tapi cuaca sudah mendung dan hawa udara dingin sudah kerasa menusuk banget. Tiba-tiba.. BRESSS!! Hujan turun dengan derasnya. Hmmm ibarat sudah jatuh ketimpa tangga. Udah dingin bakalan lebih dingin lagi. Kami hanya bisa berdiam dibalik baju, jaket, sampai selimut yang super tebel . Ya kali mau buat perapian, apalagi mau bakar homestay biar anget. Bisa-bisa aku yang dibakar sama pemiliknya. Kamipun bergegas tidur, karena besok dini hari jam 03.00 kami harus trekking ke Bukit Sikunir buat ngelihat sunrise. Gak ngebayangin harus trekking jam segitu dalam kondisi dan cuaca yang super duper dingin mencekam. Akhirnya kamipun berusaha tidur meskipun sekujur badan gemeteran saking dinginnya malam di Dieng. Semoga ntar bangun-bangun ruangannya bisa jadi anget. Seanget kuah Bakso Malang, ya kali. Suatu impian yang mustahil tapi nampaknya.
 
29 Juni. (bunyi alarm panjang) ........................................................... Tanganku mencoba mencari-cari dimana letak HP, hanya untuk memencet snooze. Kalian juga kayak gitu kan? Aku lihat jam masih menunjukkan tepat pukul 03.00 dan akupun melanjutkan tidur lagi.
 
"Dik bangun dik udah setengah 4 lebih, ntar gak keburu lihat sunrise." Ada suara terdengar dibalik selimut.
 
Kirain ada malaikat yang ngebangunin, eh ternyata si gendut Wiga. Untung gak aku tendang, coba kalau aku tendang pas yang ngebangunin yang punya homestay bisa diusir.
 
Brrrrrrr!!! Udara menunjukkan suhu berkisar 10 derajat Celcius! Anjiirr banget dah. Badan rasanya udah gemetaran kayak orang lagi disko gini. Dinnnnggggggiiiiiinnnnnnn banget kampret!!
 
Dengan sisa-sisa kegagahan akhirnya aku memberanikan diri keluar homestay buat siap-siap menuju Bukit Sikunir. Baru keluar pintu, badan rasanya kayak ditempelin balok-balok es terus di sembur AC. Bayangin dinginnya sampai tangan kaki sulit banget digerakin meskipun udah pakai penutup.
 
"Hati-hati ya dek, cuacanya lagi gak mendukung." Kata si bapak pemilik homestay.
"Iya pak, kami permisi dulu." Jawab kami serempak.
 
Dengan berbekal motor bebek biasa (ya kali ada motor bebek luar biasa), kami Ceng Lu. Bukan itu bukan nama orang apa lagi nama pemilik homestay. Itu singkatan dari bonCENG teLU alias bonceng tiga! Dengan alasan mental backpacker bahwa pengeluaran harus irit dan dengan memegang teguh prinsip kepribackpackeran bahwa dimana daripadanya ( lagi ngebahas apaan sih ini :|), transport yang penting nyampai tujuan, maka kami hanya sewa 1 motor dengan dasar sang pemilik motor gak tahu bahwa motornya bakalan kami buat bertiga.
 
Nnnggggggg, nnnngggggg, ngeeeennnngg....
Kasian banget nih motor. Udah motor mesin standar, yang naekin bertiga, badannya lumayan semua, ditambah jalanan yang semakin menanjak membuat motor ini menunggu rusak aja. Beberapa kali aku dan Rego harus terpaksa turun biar motornya bisa naik ditanjakan. Jalan yang kami lalui pun gak mudah. Banyak lumpur gara-gara hujan semalam ditambah penerangan jalan yang sama sekali gak ada, membuat perjalanan dingin ini semakin horror.
 
"Ndut nyetirnya pelan-pelan woe!" Aku teriak ke Wiga.
"Iya wig, pelan-pelan aja jalannya gak kelihatan mana yang kering mana yang berlumpur," sambung si Rego.
"Tenang, aku ahli. Aman kok," sahut si Wiga.
 
Belum lama setelah obrolan singkat itu tiba-tiba........
 
SROOKKKK..... GUBRAKKKK !!!
Kami jatuh! Kami kecelakaan! 
Si Wiga terlalu kencang ngelajuin motor kami di jalan gelap dan ternyata jalan itu berlumpur. Seketika kamipun jatuh di kubangan lumpur yang masih basah itu. Anjirrr! Pakaian kami semua kotor dari atas sampai bawah, berubah warna menjadi coklat. Tapi yang lebih parah bukan itu.....
 
"Njiir, motornya rusak men." Kata Wiga.
Sayap motor kiri depan patah. Stir bengkok. Spion patah. Lampu retak. Body motor baret-baret semua. Dan yang pastinya sekujur motor sudah berubah coklat kena lumpur semua.
 
Sakit yang kami rasakan, perih yang kami rasakan sama sekali gak kami hiraukan. Kami hanya memikirkan gimana bilang sama pemilik motor kalau motornya kami hancurin. Secara kalo disuruh ganti dapat uang darimana, mental backpacker gini. Masak iya disuruh ikut kerja ojek sama dia, atau bahkan nikahin anak gadisnya. Ya itupun kalo dia punya anak gadis. Hahahaha ngayal aja woe !  
 
Ini jalanan yang menyebabkan kami terjatuh
 
Kami tetap melanjutkan tujuan kami ke Bukit Sikunir dengan sisa-sisa tenaga yang kami punya. Sampai di kaki Bukit, hanya aku dan Rego yang akhirnya trekking ke puncak. Perjalanan gelap, dengan kondisi badan sakit semua habis jatuh, ditambah udara dingin yang membuat nafas semakin tipis membuat kamipun cepat lelah. Jalan berbatu licin, menembus batang-batang tumbuhan yang mengharuskan kami lebih waspada agar selamat sampai di puncak. Setelah bersusah payah akhirnya kami sampai di puncak. Matahari belum menunjukkan jati dirinya. Kamera udah aku siapin. Baru beberapa kali nyoba test kamera buat foto tiba-tiba....
 
"Kok kameranya gak mau nyala?" aku tiba-tiba panik.
"Lho kok bisa?" tanya Rego.
"Padahal tadi udah di charge batereinya. Kayaknya baterei chargenya udah soak nih." Aku menjawab.
 
Mau gimana lagi. Terpaksa kamipun mengabadikan beberapa momen sunrise hanya dengan kamera tab dan HP. Bener-bener sial yang berkelanjutan. Akhirnya puas menikmati sunrise, kamipun kembali turun dari puncak. 
 
Golden Sunrise Sikunir

Ini cuacanya agak mendung, sayang sekali kurang maksimal
 
Setelah sampai di kaki bukit kami memutuskan segera kembali ke homestay untuk mencuci pakaian yang kotor. Tapi jalanan yang kami lewati sepanjang pulang sungguh menakjubkan. Mau tau kayak gimana?

Bisa bayangkan dinginnya Telaga Cebong saat itu?

Kami pun melanjutkan perjalanan selanjutnya menuju kompleks Candi Arjuna. Suasana persiapan Dieng Culture Festival IV sudah terasa di sekitar candi. Kelar keliling sekitar candi alias muter-muter gak jelas sambil ngelihatin para pedakang kaki lima yang jualan (ya kali mau beli semua jajanan disana, apalagi ngeborong gerobak abang yang jual. Kalau gratis sih boleh, paling juga digebukin sama abang yang jual).

Suasana di sekitar Candi Arjuna bersiap menyambut upacara ruwatan anak rambut gimbal

Alam di Dieng keren!
 
Kami ngelanjutin perjalanan selanjutnya ke Kawah Sikidang. Jaraknya lumayan jauh, kalau mau naik kendaraan mahal juga. Untungnya ada kendaraan pick up yang lewat dan emang lagi kosong. Langsung saja kami stop, dan untungnya diperbolehkan naik. Dan beruntungnya lagi tujuan akhir pick up yang kami tumpangin adalah Kawah Sikidang. Betapa beruntungnya. Sekedar info sebenernya masuk ke Kawasan Candi Arjuna dan Kawah Sikidang itu bayar. Tapi aku sama sekali gak bayar alias GRATISSS!! Aku beritahu sekali lagi, GRATIS. Diulang-ulang biar kepingin.

Ke Kawah Sikidang jangan lupa bawa masker

Semakin dekat dengan kawah bau belerang semakin menyengat, berbahaya
 
Puas menikmati pesona Kawah Sikidang yang bau belerangnya sangat menyengat, kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju destinasi selanjutnya yaitu Dieng Plateau Theater. Naik apa? Pinginnya sih naik pick up atau gak pesawat jet kalau ada. Masalahnya yang ada cuma sapi. Masak iya mau naik sapi? Akhirnya kami jalan kaki lah. Jalanan yang cukup menanjak membuat kami lumayan menghabiskan tenaga menuju Dieng Plateau Theater. Tempat ini sejenis gedung bioskop mini yang berdurasi 30 menit dimana para pengunjung akan menyaksikan tayangan seputar kondisi geografi, alam, penduduk, dan semua hal tentang Dieng Plateau Theater ini.


 
Kelar menikmati film pendek tentang Dieng, selanjutnya adalah destinasi terakhir hari ini yaitu....... TELAGA WARNA! Gak usah berlama-lama dan berpanjang lebar (lha ini ngapain coba?), langsung aja aku kasih penampakannya.




 
Capek banget rasanya keliling daritadi dini hari, saatnya kembali ke homestay buat istirahat sambil menunggu pesta kembang api nanti malam. Pesta kembang api yang kami tunggu pun dapat kami saksikan tanpa bayar alias gratis. Kok bisa? Soalnya homestay kami di lantai atas, dan tempat penyalaan kembang api yang berada di kompleks Candi Arjuna adalah tepat di depan teras kami. Lumayan menikmati pesta kembang api tanpa masuk ke kompleks candi.
 

30 Juni. Tak banyak yang kami lakukan hari ini karena memang udara semakin dingin membuat malas, apalagi mandi. Emang biasanya mandi? Kuliah pagi aja jarang mandi. Alibi banget.

Ini aktivitas hari terakhir, cuma baca-baca buku

Kami hanya keluar sebentar menyaksikan arak-arakan warga sekitar menuju kompleks Candi Arjuna untuk melaksanakan acara puncak Dieng Culture Festival IV yaitu proses Ruwatan Rambut Gimbal. Beberapa anak di Dieng mempunyai keistimewaan rambut gimbal yang diyakini merupakan utusan dewa. Kemauan anak harus dipenuhi sebelum proses Ruwatan. Diyakini setelah rambutnya dipotong maka rambut sang anak akan tumbuh kembali normal. Emang kalian, rambut lurus-lurus malah dibikin gimbal?
 
Saatnya kembali ke Wonosobo, dan kami naik micro bus. Tapi si tukang kenek micro bus ini pengen dilempar kompor dah rasanya. Bayangin udah nunggu lama gak jalan-jalan, penumpang banyak yang bawa barang pasar, kuota yang harusnya 10-12 orang diisi hampir 25 orang! . Bayangin dah, mateng di dalem kayak bandeng di presto. Belum lagi rame, dan udara menjadi semakin panas di dalem micro bus. Ya kali pake AC, yang ada mah Angin Cepoi-Cepoi. Gini nih transportasi darat Indonesia yang parah dan buat emosi, tapi mau gimana lagi nasib backpacker. Inget prinsip, transport yang penting sampai tujuan.

Banyak banget kan cerita yang aku dapat? Ya meskipun gak semua selalu dengan cerita yang menyenangkan tapi tetep ambil sisi positifnya. Apa yang bisa kalian ambil/ dapat dari tempat destinasi dan apa yang bisa kalian berikan sebaliknya. Gak hanya datang, foto, buang sampah, pergi tanpa adanya komunikasi.

Sampai ketemu di cerita selanjutnya ya. 

Backpacking is about take and give


41 komentar:

  1. Ceritanya menarik dan lucu. Saya ke sini tahun 2003, mudah2an tahun ini kesampaian ke sini lagi

    ReplyDelete
  2. 10 derajat celcius..wow kebayang dech dinginnya...kapan2 saya juga ke dieng ach :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. musim kemarau bisa sampai minus 5 derajat katanya. Selamat menikmati dieng :D

      Delete
  3. 1 day coba camping di area telaga cebong, 'gan.. Bener2 b'getar.. ;-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ide gila ! kemaren lewat telaga cebong banyak tenda memang hahahaha

      Delete
  4. share total cost na dong bro...tengkiu

    ReplyDelete
    Replies
    1. ada di excel, total nya biaya pokok 280 an termasuk transport pp, homestay, dan makan hehehe

      Delete
  5. ADA PENGINAPAN MUMER NDK BRO?BRP AN KALO ADA?MOHON INFONYA

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pondok Wisata Lestari, cuma 30 ribu/ malam hahahaha

      Delete
  6. trus sepedanya gmn bro? diganti pa ga?

    ReplyDelete
  7. petualangan ke diengnya seruu ^^ jadi pengen backpacker ke sana deh :D

    ReplyDelete
  8. buat agan-agan di tunggu kedatangannya di dieng,,,nikmati munculnya mentari pergantian tahun 2013-2014

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayo pembaca, yg belum pernah ayo berangkat hahaha

      Delete
  9. ada rencana neh gan di awal tahun bulan januari pas bgt tuh di akhir bulan nya ada hari libur panjang... ada refrensi tempat penginapan yg murah gak di sana...? sekalian ane minta perincian biaya nya klo dari jkt... thank's

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pondok Wisata Lestari, cuma 30 ribu/ malam hahahaha. Kalo dr jkt bisa mulai sekitar 250 tergantung akomodasi, transport sama makan pastinya

      Delete
  10. Replies
    1. Ancur pastinya, untung gak disuruh ganti rugi. Hoki hahahaha

      Delete
  11. lucuuuuukk dan seruuu ... bikin pengen!
    *tetapkan tanggal ahh*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Langsung berangkat, ditunggu cerita serunya juga.

      Delete
  12. Seruu & gokil... Jarak antara tempat wisatana jauh2 gk... Kira2
    Bsa jaki( jln kaki) gk... Heee

    ReplyDelete
  13. Seruu & gokil... Jarak antara tempat wisatana jauh2 gk... Kira2
    Bsa jaki( jln kaki) gk... Heee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Deket banget kok, bisa ditempuh jalan kaki atau nebeng pick up sayur
      Selamat mencoba :)

      Delete
  14. Hai mas. Membantu nih dan ketawa sendiri bacanya. Aku mau tanya kalo buat cewe sndirian lingkungan sana trmasuk aman ga? :D makasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aman kok Claudya, disana sudah rame jadi daerah wisata. Terimakasih sudah berkunjung dan happy traveling :)

      Delete
  15. mas mau tanya, rencana aku mau kesana naik bus juga dari sby awal agustus.. kalo sdh sampai terminal wonosobo, apa langsung ada micro bus jurusan dieng dari terminal atau harus ke tempat pangkalan bus dieng (dpn RSU Setyonegoro) ? makasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ada kok kak, jadi nanti bisa langsung naik mini bus

      Delete
  16. wkwk ngakak banget bacanya :D
    kak minta cpnya homestay sm sewa motornya doong, rencana bulan depan mau ke dieng nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. (0286) 3342026
      085 228272404
      Kalau untuk sewa motor, tanya langsung aja di homestay ya
      Banyak kok rekomendasi :)

      Delete
  17. Kaa boleh tanya trekking ke puncak si kunirnya aman gak buat pemula ?

    ReplyDelete

Sebelum pergi jangan lupa tinggalkan komentar, kritik, saran, dan share juga ke temen kalian ya. Apresiasi sekecil apapun bisa jadi punya pengaruh yang sangat besar bagi pembaca lain dan juga blog ini ke depannya. Terimakasih sudah mampir dan membaca :))

 

Loyal Followers

Backpacker Indonesia

KBMR